PEMIKIRAN IMAM SYAFI’I TENTANG KERELAAN ISTRI ATAS PEMENUHAN MAHAR SUAMI

Detail Cantuman

Prodi Hukum Keluarga

PEMIKIRAN IMAM SYAFI’I TENTANG KERELAAN ISTRI ATAS PEMENUHAN MAHAR SUAMI

XML

Dalam sebuah perkawinan sudah pasti ada syarat-syaratnya, salah satunya adalah maskawin atau mahar sebagai bentuk pemberian wajib seorang suami kepada calon istrinya. Dari sekian pendapat Imam Madzhab hanya pendapat dari Imam Syafi’i yang tidak memberikan batas minimal mengenai mahar dan juga tidak menjadikan rukun nikah, sedangkan Imam Madzhab yang lain seperti Imam Maliki, Imam Abu Hanifah memberikan batas minimal mahar yang harus diberikan kepada mempelai perempuan. Imam Maliki juga menjadikannya rukun dalam perkawinan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) Pemikiran Imam Syafi’i Tentang Kerelaan Istri Atas Pemenuhan Mahar Suami, (2) Istinbath Hukum Imam Syafi’i Tentang Kerelaan Istri Atas Pemenuhan Mahar Suami. Dalam penulisan karya tulis ini penulis menggunakan jenis penelitian perpustakaan (library research) dan sumber dengan metode mengumpulkan datadata. Secara umum penelitian ini dapat dikatakan sebagai penelitian deskritif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Dari pembahasan skripsi ini dapat disimpulkan bahwa, ada beberapa hal yang penulis paparkan tentang mahar fiktif atau mahar yang ditambahkan oleh calon istri, bahwa: (1) Salah satu penyebab terjadinya mahar fiktif ini dikarenakan atas ketidak mampuan pihak laki-laki atau calon suami untuk memenuhi pemberian jumlah mahar yang telah disepakati oleh kedua belah pihak sejak awal, sehingga pihak calon istri menambahkan jumlah mahar yang akan di berikan. Menurut Imam Syafi’i dalam kitabnya yang berjudul al-Umm dijelaskan “Apabila seorang suami tidak mampu memberi mahar tetapi dia mampu memberi nafkah kepada istrinya, lalu si istri diberi hak khiyar, lalu si istri memilih untuk tetap bersama suaminya, maka si istri tidak boleh berpisah dari suaminya. Alasannya adalah tidak ada bahaya (kondisi darurat) pada badan si istri disebabkan tetap adanya nafkah baginya meskipun penyerahan maharnya tertunda, sementara si istri juga telah memberi pemaafan kepada suaminya dengan tidak memilih untuk berpisah dari suaminya”. (2) Metode istinbath hukum yang digunakan Imam Syafi’i tentang kerelaan istri atas pemenuhan mahar suami yaitu berdasarkan alQur’an dan as-Sunnah. Sebagaimana dijelaskan dalam QS. An-Nisa’ [4] ayat 4 “Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.

Kata kunci: Mahar, Istinbath Hukum, Perkataan Imam Syafi’i.


Detail Information

Item Type
Skripsi
Penulis
Rida Sapta Apriliyani - Personal Name
Student ID
2017060074
Dosen Pembimbing
Dr. Mutho'am, S.H.I, M.S.I - - Dosen Pembimbing 1
Sawaun, Alh., S.Th.I., M.Hum - - Dosen Pembimbing 2
Penguji
Kode Prodi PDDIKTI
74230
Edisi
Published
Departement
Hukum Keluarga
Kontributor
Bahasa
Indonesia
Penerbit Universitas Sains Al-Qur'an : Wonosobo.,
Edisi
Published
Subyek
No Panggil
Copyright
Individu Penulis
Doi

Lampiran Berkas

LOADING LIST...



Informasi


DETAIL CANTUMAN


Kembali ke sebelumnya  XML Detail